top of page

LIPI untuk Indonesia, Optimalisasi Riset Ekosistem Laut

  • Writer: Happiness Festival
    Happiness Festival
  • Apr 15, 2019
  • 2 min read

Updated: Aug 23, 2020



Bertepatan dengan Hari Bumi yang bertemakan “Protect Our Species”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) menjadikan kesehatan terumbu karang dan ekosistem laut sebagai fokus dari program riset yang diselenggarakan. Tujuan dari keputusan LIPI adalah agar bisa memberikan landasan pengelolaan laut Indonesia secara berkelanjutan yang hasilnya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kepentingan bangsa.


“LIPI melakukan pemantauan terbesar di Indonesia terhadap terumbu karang dan ekosistem terkait yang akan dilakukan setidaknya di 40 lokasi di perairan Indonesia. Tahun ini ada 17 lokasi yang akan dipantau. Dari hasil pemantauan berkala tersebut telah dikembangkan indeks kesehatan karang dan dalam waktu dekat juga akan dikembangkan indeks kesehatan untuk mangrove dan lamun,” ujar Kepala Pusat Penelitian Osenografi LIPI Dirhamsyah saat diskusi publik di Kapal Riset Baruna Jaya VIII di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Senin (22/04/2019).


Dirhamsyah mengatakan bahwa indeks kesehatan terumbu karang berada pada skala 5 berdasarkan penelitian tahun 2018. Hal tersebut berarti terumbu karang berada dalam kondisi sedang dengan potensi pemulihan yang tinggi namun biomassa ikan karang yang rendah.


LIPI juga melakukan penelitian pada beberapa spesies laut yang dikategorikan terancam punah, yakni hiu dan manta, ikan capungan Banggai (Pterapogon kauderni), ikan napoleon wrasse (Cheilinus undulatus), dan teripang. Untuk jenis-jenis biota laut ini LIPI membuat surat rekomendasi untuk penangkapan kuota.


“Beberapa waktu lalu kita sudah membuat surat rekomendasi kuota tangkap hiu lanjaman yang menyatakan penangkapan hiu lanjaman minimal berukuran 2 meter dan berat 50kg. Hal yang sama juga kami lakukan untuk spesies biota laut sisanya. Keterancaman punah mereka diakibatkan eksploitasi berlebihan untuk perdagangan,” ujar Dirhamsyah.

Dirhamsyah mengatakan bahwa keterancaman biota laut ini juga disebabkan oleh polusi sampah plastik yang sudah menjadi perhatian dunia. Indonesia sebagai pencemar sampah plastik di laut ke dua terbesar di dunia juga turut andil dalam melakukan pemulihan.


“LIPI telah melakukan pengkajian untuk membuktikan klaim “Indonesia sebagai pencemar sampah plastik terbesar kedua di dunia” yang dinyatakan oleh Jenna Jambeck. Kami telah melakukan penelitian di 18 lokasi yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada 468.511 hingga 594.558 ton sampah plastik per tahun yang bocor ke laut. Daerah yang menjadi dominan untuk menyumbang sampah ke laut ini berasal dari Padang, Makassar, Manado, Belitung, dan Ambon,” jelas Dirham.


“Harusnya kita benar-benar bergerak mengurus konservasi, PR (pekerjaan rumah) kita banyak sekali. Masalah sampah ini sangat menganggu konservasi, semua lini harus peduli isu sampah plastik. Menurut saya kuncinya ada di daratan, kalau sampah ini terkelola dengan baik di darat tidak akan masuk ke laut. Sampah laut yang kita teliti ini kebanyakan dari darat semua asalnya. Harus ada komitmen dan penegakan hukum yang harus jalan beriringan. Bumi akan baik-baik saja kalau kedua hal itu jalan,” katanya.



Penulis : Ferry Hardiyanto Santoso

Editor : Joanne Angeline

Comments


Follow Us

©2019 by DR Media

Organized by Media Production and Channel Management

Universitas Multimedia Nusantara

bottom of page