top of page

Suku Baduy, Hidupkan SDG ala Indonesia Sejak Zaman Purbakala

  • Writer: Happiness Festival
    Happiness Festival
  • Mar 7, 2019
  • 2 min read

Updated: May 27, 2019


Suku Baduy merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menjadi bagian dari Nusantara sejak dahulu. Suku Baduy menetap di Desa Kanekes, kaki Gunung Kendeng, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Desa adat suku Baduy terbagi menjadi dua, yakni kampung Baduy Dalam dan kampung Baduy Luar. Kampung Baduy Dalam terbagi menjadi tiga kampung, yakni kampung Cibeok, Cikartawana, dan Cikeusik. Daerah kampung Baduy Dalam ini sangat taat mengikuti dan menjalankan budaya-budaya yang telah diajarkan oleh leluhur mereka.


Satu hal yang sangat membedakan penduduk Baduy Dalam dari Baduy Luar adalah pakaiannya. Pakaian penduduk Baduy Luar cenderung lebih bebas, sedangkan penduduk Baduy Dalam berpakaian khusus. Mereka juga tidak mengenakan alas kaki ketika berpergian keluar rumah. Selain itu, proses pembuatan rumah juga menjadi pembeda antara penduduk Baduy Luar dan Baduy Dalam. Rumah penduduk Baduy Dalam tidak memiliki paku sama sekali, semuanya dikerjakan dengan menggunakan bahan dari alam. Suku Baduy dalam juga tidak memiliki toilet, sehingga mereka membuang hajat di sungai yang mengelilingi kampung Baduy Dalam.


Kampung Baduy Dalam dan kampung Baduy Luar dipisahkan oleh jembatan penyeberangan. Ada beberapa aturan yang harus ditaati oleh pengunjung sebagai syarat dari penduduk Baduy Dalam. Pengunjung tidak diperbolehkan mengeluarkan dan menggunakan handphone pada saat berada di kampung Baduy Dalam, termasuk kegiatan merekam dan memotret. Pengunjung juga dilarang menggunakan sabun, pasta gigi, dan peralatan mandi lainnya. Hal ini dikarenakan benda-benda tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat merusak keasrian lingkungan yang telah mereka jaga.


Suku ini masih sangat terisolasi dan memiliki budaya yang sangat tradisional. Dimulai dari cara berpakaian hingga aturan membina rumah tangga. Suku Baduy menolak bantuan dana, sosial, maupun pendidikan dari pihak pemerintah Indonesia. Hal ini menyebabkan anak-anak suku Baduy tidak menempuh pendidikan formal (SD-SMA). Penolakan ini merupakan keputusan yang mereka buat untuk mempertahankan filosofi tradisional mereka. Hal yang memengaruhi keputusan ini adalah anggapan bahwa mereka tidak akan dapat kembali ke adat leluhur, jika mengikuti perkembangan zaman.


Walau demikian, suku Baduy sangat baik dalam mengelola dan menjaga kelestarian serta keasrian lingkungan. Semua benda yang mereka gunakan sehari-hari, terbuat dari bahan-bahan alami dan ramah lingkungan. Seperti peralatan makan dan minum yang terbuat dari bambu dan kayu. Mereka menggunakan bambu untuk membuat saluran air mereka (pipa air). Mereka juga tidak pernah menggunakan sabun dan pasta gigi, yang mereka gunakan adalah daun sirih dan buah Lerak. Hal yang sangat mencolok dari kehidupan Suku Baduy adalah, mereka hidup tanpa menggunakan listrik dan perangkat teknologi modern lainnya (contohnya : handphone).


Warga Baduy, khususnya warga Baduy Dalam begitu sederhana dan sangat menyatu dengan alam dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar penduduk mereka bekerja sebagai petani padi, dan mereka tidak memiliki peternakan. Mereka juga tidak pernah memasang batu nisan atau tanda kuburan seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Alasannya adalah bagi mereka alam merupakan suatu hal yang tidak boleh diubah (baik bentuk maupun keasriannya), melainkan hanya perlu dijaga. Penduduk suku Baduy, khususnya penduduk Baduy Dalam, sangat terikat pada adat mereka yang ketat, dan mereka diwajibkan patuh dengan kepala adat mereka.


Walau sangat terisolasi dan tradisional, penduduk daerah ini merupakan salah satu penduduk Indonesia yang paling sehat. Hal ini disebabkan penduduk mereka tidak pernah terjangkit penyakit yang berbahaya, seperti kanker dan sebagainya. Mereka hanya pernah terjangkit diare, dan penyakit-penyakit sederhana lainnya. Terbukti pola hidup mereka yang selaras dengan nilai-nilai SDG membuat mereka menjadi lebih sehat dan lebih kuat dibandingkan masyarakat modern saat ini.



Penulis : Mikhael Apriliando

Editor : Ni Made Radhika Rani

Comments


Follow Us

©2019 by DR Media

Organized by Media Production and Channel Management

Universitas Multimedia Nusantara

bottom of page